Ekonomi

Perang Dagang AS-China, Buka Peluang RI Tingkatkan Ekspor CPO 

JAKARTA-Peluang ekspor minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO) ke China meningkat, setelah China akan menaikkan tarif impor kedelai. Buntut dari perang dagang Amerika Serikat-China yang tak berkesudahan. 

"Dengan kondisi yang ada saat ini, terkait perang dagang, harus dimanfaatkan oleh Indonesia [untuk memacu ekspor CPO]. Kita sejauh ini sudah ada perjanjian pembelian biodiesel dan CPO oleh China. Tinggal kita tingkatkan kerja sama dan volumenya, karena potensi konsumsi negara ini besar sekali,' kata Ekonom Indef Ahmad Heri Firdaus, Selasa, 14 Mei 2019 di Jakarta.  

Saat ini negeri tirai bambu ini, sedang berusaha mengalihkan konsumsi energinya dari berbasis fosil menjadi berbasis produk nabati yang lebih damah lingkungan. Selama ini, China menggunakan minyak kedelai sebagai salah satu bahan bakar terbarukan.

Namun, dengan kebijakan Beijing yang akan meningkatkan bea masuk produk kedelai asal AS, dipastikan akan membuat CPO dilirik sebagai produk substitusi minyak kedelai.

Dorongan dari potensi kenaikan permintaan China terhadap produk CPO, dikatakan Heri, mulai tampak dari pergerakan harga CPO dalam 2 hari terakhir yang berangsur-angsur menguat.

Hal itu menandakan adanya potensi peralihan konsumsi China dari minyak kedelai ke minyak nabati lain seperti CPO.

Penentuan penerapan skema renewable energy directive (RED) II dan indirect land use change (ILUC) oleh Uni Eropa (UE) dijadwalkan keluar pada hari ini, Rabu (15/5). Apabila kebijakan ini resmi diterapkan, hampir dapat dipastikan ini akan menjadi sentimen negatif bagi ekspor dan harga CPO, sehingga akhirnya akan berdampak kepada kinerja dagang RI.

Berdasarkan data Bursa Malaysia Berhad, harga CPO kontrak pengiriman Juli 2019 menguat 28,00 poin ke posisi 1.985 ringgit per ton dari hari sebelumnya. Meskipun demikian, harga CPO tersebut masih berada pada level yang mendekati posisi terendahnya dalam 2 tahun terakhir.

Bagaimanapun, di tengah adanya titik cerah kinerja ekspor CPO itu, Heri menyarankan agar pelaku usaha dan pemerintah tidak hanya mengandalkan China sebagai satu-satunya tumpuan ekspor CPO apabila UE menerapkan RED II dan ILUC.

Menurutnya, ekspor CPO dan produk turunannya harus dialihkan dan digenjot juga ke negara-negara lain.

"Kalau untuk negara maju selain UE, bisa kita arahkan untuk ekspor produk CPO berbasis energi seperi biofuel. Sementara itu, [untuk ke] negara berkembang atau pasar baru terutama negara berkembang di Afrika dan Amerika Latin, bisa kita arahkan untuk produk campuran makanan dan farmasi," jelasnya.(rdh/net) 


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar